PUISI DIDI NURCAHYADI: GERBANG CINTA DAN MAHARDIKA

Didi Nurcahyadi, pria kelahiran Sukabumi, 1 Maret 1996 sebagai pemilik kedai Pohaci House yang menyukai literasi dan sedang membutuhkan pelanggan.

--




--

Merdeka yang Tergugat 


Hey! Bung dan nona!

Bukannya besok kita akan merdeka

Sudahkah kita siapkan untuk bereuforia? 


Hey! Bung dan nona!

Sudahkah kau tengok gubuk abah disana?

Beritakan besok kita hendak merdeka.. 


Hey! Bung dan nona!

Sudahlah kau kabarkan berita esok

Pada petani dan penggembala?

Siapkan sajian untuk riak merdeka


Lapor, tuanku!

Abah digubuk sudah aku beritahu

Dia baik-baik saja bahkan sudah merdeka! 


Lapor tuanku..

Sudah kukabarkan berita pada para petani dan penggembala 

Tapi apa jawab mereka.


Berdeklarasi didepanku, dengan lugas dan tegas! 


Aku sudah merdeka setiap hari 

Tanpa waktu tertanggal

Tanpa bendera terkibar 


Aku sudah merdeka dalam gubuk sendiri

Aku sudah menabur benih perjuangan merdeka pada tanaman sendiri

Dan aku sudah berpesta, untuk merdeka dengan ternakku! 


Hey! Kabarkan balik pada tuanmu itu

Maknai kata merdeka,

Bukan hanya dikunyah,

Dan disepah.


Apa kata merdeka jikalau hati tetap gelisah?

Hey! Bolehkah aku menggugat kata merdekamu itu?


Sukabumi, Juli 2021

--

Sorotan Kedaulatan 


Beragam macam manusia-manusia itu

Tentulah diriku juga bagian daripadanya

Katanya

Ya, begitulah adanya kedaulatan yang saat ini berjaya! 


Berbisik, bahkan berteriak!

Bergelora jiwa-jiwa yang berdaulat

Bersuara kata adalah rakyat merdeka

Rakyat berbangsa yang besar


Tapi

Jika kau hanya meneriakannya dalam kepura-puraan

Apa artinya merdeka bagi mu

Jika jiwamu masih menerka-nerka

Apa artinya merdeka bagi bangsamu 

Layaknya kau jadikan negerimu seperti neraka 


Lihatlah wanita yang kau anggap kupu-kupu malam itu

Yang sedang terpontang-panting seakaan memerdekakan dirinya

Padahal, ada kemungkinan dia sudah memerdekakan dirinya!

Berdaulat pada tubuh yang memepesona para lelaki


Biadab!

Oh, tidak! Itu terpuji!

Bagi jiwa-jiwa yang tidak hanya men-justifikasi 


Lihatlah orang yang kau anggap pemulung di ujung jalan itu

Yang sedang murung 

Merenungi nasib di negeri nya yang 

Katanya sudah merdeka

Atau mungkin nyatanya dia adalah orang sudah kaya raya

Sehingga hal seremeh temeh pun ia masih dimanfaatkan 


Jijik!

Oh, tidak! Itu adalah hal yang suci!

Bagi jiwa-jiwa yang tidak hanya men-justifikasi 


Marilah!

Mari kita tengok sejenak, bung dan nona!

Berkaca dalam sorot kedaulatan 

Sejauh mana kita sudah beradab

Beradab pada kedaulatan! 


Sepintas benak bertanya:

Apa benar kita sudah merdeka?

Sejak kapan kita merdeka?

Apa buktinya jika kita sudah merdeka? 


Ataukah mungkin sebenarnya kita sudah merdeka

Hanya saja

Aku lupa!

Seolah mengulang lagi teriakan merdeka

Yang mengakibatkan hilangnya

Kedaulatan diri sebagai manusia yang sudah merdeka!


Sukabumi, Juni 2021

--

Gadung Pundung 


Gadung pundung

cicing na ais indung

Nyumput seseb dina taneuh kembung

Huripna noong ngareuy malik ngenca nyulungnyung hejo

Teu kawasa mun teu loba cai, nahan pangaweruh batin kuomong 


Gadung pundung

Rupa mesem ngaca carukcuk lonyong

Loba dicarek manusa pimatak weureu 

Euhmm.. deudeuh karunya teuing 


Gadung Pundung

Hiji mangsa manusa nyoba

Kurah koreh, dicapa diala

Dipesek, disik-sik, dihuleungan 


Gadung Pundung

Ceuk beja kudu dimandian ku lebu hawu

Dikeueum dihawangan sisi tamping imah

Ngasucikeun diri dina sifat rupa jeung umpama

Panobatan diri pikeun hurip jadi kahirupan 


Gadung Pundung

Tah geuning geus aya buktina

Ninggang waktu mah moal kamana

Saban disipuh tur dipoyankeun dina Panon poe 

Silaing teh geus jadi angeun-angeun suguheun pangabita 


Gadung Ceurik Ngagunggung

Pundung kaliwat matak jadi kasarung

Beja ayena Gadung ngeunah ku langka langkina

Diaji, diguar loba teh teuing manfaatna 


Deudeuh teing kuring pundung

Mentaskeun ka ambeuk kanu jadi indung

Teu aya daya jeung upaya

Tarekat hirup kapadunganana 


Sukabumi, 24 Juni 2021

--

Selayang Pandang 


Selayang pandang pada bayang

Terngiang semu, terikat pada ilalang

Menagih waktu, lalu-lalu terbuang

Terhanyutt, terlarut

terpaut masuk pada dimensi-dimensi ruang 


Selayang pandang pada janji 

Berkata ingkar pada hati

Sekadar kata bukan untuk membuang

Dikata tindak dalam kasih sayang 


Selayang pandang layak wayang

Berkelak-kelok dalam sendu pesona riang

Mengasah perih

Perih...

Meresap resah meradang

Mengantar parasmu yang kian menghilang 


Kontemplasi Alumni Hati, 5 Agustus 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERBA-SERBI LITERASI #1: MEMAHAMI LITERASI

PUISI NUGRAHA JS: BENIH ASMARA SAAT PENCARIAN